Oleh : Yazen Ghazali
Allah berfirman dalam Al-Qur`anul
Karim :
فَمَنْ
شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ , وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا أَوْ عَلى
سَفَرٍ فَعِدَّةٍ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Barangsiapa diantara kalian yang mendapati bulan
(Ramadhan) maka hendaklah ia berpuasa, dan barangsiapa yang sakit atau
berpergian (lalu ia tidak berpuasa) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkannya di hari yang lain.”Al Baqorah : 185.
Sehingga seseorang diperbolehkan
untuk tidak berpuasa jika ada halangan yangdapat diterima oleh syar’i, kemudian
ia berkewajiban untuk menggantinya pada hari-hari lain,
Namun apakah mengqadha’ puasanya
harus di segerakan atau tidak.? Itu ada beberapa pendapat ualam’ mengenai hal
tersebut.
MAZDHAB Syafi’I, Hanbali dan
Maliki :
Meng-qadha puasa Ramadhan boleh
untuk tidak disegerakan (tunda) asalkan tidak menundanya hingga datang bulan
Ramadhan berikutnya, dan disegerakan merupakan hal yang terbaik.
Berdasarkan dengan ucapan ‘Aisyah Radhiyallah ‘anha (istri Rasulullah), ia berkata
:
كَانَ
يَكُوْنُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيْعُ أَنْ أَقْضِيَهُ
إِلاَّ فِي شَعْبَانَ
“Dahulu kami memiliki tanggungan/hutang puasa Ramadhan, dan
tidaklah aku sempat mengqodho’nya (yakni terus tertunda) kecuali setelah sampai
bulan Sya’ban” (H.R. Bukhari 4/166, Muslim 1146
Hadits ini menunjukkan bahwa
waktu meng-qadha itu luas hingga bulan Sya’ban untuk mengganti puasa yang telah
kita tinggalkan, dan jika kita mengakhirkan mengqadha puasa hingga tiba
Ramadhan yang berikutnya, maka kita wajib melakukan puasa Ramadhan tersebut dan
tetap melakukan qadha puasa setelahnya.
Dan apabila kita meninggalkannya
karena ada udzur atau halangan yang dapat diterima oleh syar’i hingga kita
tidak bisa meng-qadha di waktu yang ada itu, maka tetap wajib bagi kita untuk
meng-qadha puasa tersebut.
Jika meninggalkannya karena tanpa
udzur atau tidak berhalangan, maka di samping diwajibkannya meng-qadha puasa
tersebut, kita juga diwajibkan memberikan makanan kepada orang miskin disetiap
hari meng-qadha tersebut, sebanyak setengah sha’ berupa makanan pokok, apabila
tidak memberikan makan orang miskin, maka berdosa.
Dan apabila ada orang yang
meninggal dengan kewajiban qadha puasa Ramadhan baginya sebelum tibanya bulan
Ramadhan yang akan datang, maka tidak ada kewajiban atasnya karena la
menundanya dalam waktu yang diperbolehkan.
Jika meninggal setelah Ramadhan
yang berikutnya dan menunda qadha karena adanya udzur, seperti, sakit atau
dalam perjalanan hingga disusul dengan tibanya bulan Ramadhan berikutnya, maka
ia tidak menanggung beban apa-apa juga.
Jika la menundanya tanpa udzur
apa pun, maka ia wajib membayar kafarat dengan cara mengeluarkan atas namanya
makanan_untuk orang-orang miskin sejumlah hari puasa yang la tinggalkan
MAZDHAB Hanafi dan Azd-Zdahiri
Allah memberikan pemahaman agama
kepada kita bahwasanya mengqdha' puasa Ramadhan tidak wajib dilakukan sesegera
mungkin, kewajibannya dengan jangka waktu yang luas berdasarkan satu riwayat
dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha :
كَانَ
يَكُوْنُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيْعُ أَنْ أَقْضِيَهُ
إِلاَّ فِي شَعْبَانَ
“Dahulu kami memiliki
tanggungan/hutang puasa Ramadhan, dan tidaklah aku sempat mengqodho’nya (yakni
terus tertunda) kecuali setelah sampai bulan Sya’ban” (H.R. Bukhari 4/166, Muslim
1146)
Dari hadits terseebut bahwasanya
beliau (yakni Aisyah) tidak mampu dan tidak dapat mengqadha' pada bulan sebelum
Sya'ban, dan hal ini menunjukkan bahwa beliau kalaulah mampu niscaya dia tidak
akan mengakhirkan qadha'. maka biasa di jadikan dasar atau dalil, bahwa
ketidakmampuan Aisyah adalah merupakan udzur (alasan) yang membolehkan untuk
mengqadha’ puasa dengan tanpa tergesa-gesa.. jadi hadits ini sebagai dalil atas
bolehnya mengakhirkan qadha' Ramadhan secara mutlak, baik karena udzur ataupun
tidak".
Sudah diketahui dengan jelas
bahwa bersegera dalam mengqadha' lebih baik daripada mengakhirkannya, karena
masuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan untuk bersegera dalam berbuat baik
dan tidak menunda-nunda, hal ini didasarkan ayat dalam Al-Qur'an:
وَسَارِعُوا
إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu
kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa" (Ali Imran : 133)
Dan Allah SWT berfirman:
أُولئِكَ يُسارِعُونَ فِي الْخَيْراتِ وَ هُمْ لَها
سابِقُونَ
“Orang-orang seperti itulah yang
cepat segera mengerjakan kebaikan. Dan untuk itulah mereka
berlomba-lomba." (Al-Mu'minuun : 61)
Dari dalil tersebut menunjukan
bahwa dianjurkannya untuk menyegerakan perintah-perintah Allah SWT dan tidak
diwajibkannya sesuatu yang lain, kecuali hanyalah meng-qadha puasa tersebut
tanpa member makan orang-orang miskin.
0 komentar:
Posting Komentar